HARIANINDONESIA.COM – Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan pembentukan bursa karbon akan mempercepat emisi karbon nol (Net Zero Emission/NZE) Indonesia yang ditarget tercapai pada 2050.
“Pasalnya, sektor yang memiliki unit karbon positif akan mendapat insentif dari skema perdagangan karbon.”
“Mekanisme bursa karbon memang sudah lama ditunggu, tentunya kualitas dari pengaturan teknis penyelenggara bursa karbon menjadi penting,” kata Bhima dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa 18 April 2023.
Menurutnya, pembentukan bursa karbon juga akan meningkatkan akurasi data real time dari setiap transaksi karbon di Indonesia.
“Di beberapa negara yang telah menjalankan bursa karbon, pembentukan bursa karbon memiliki sisi positif yakni membantu penentuan harga acuan unit karbon yang apple to apple terhadap standar global,” katanya.
Idealnya, bursa karbon diselenggarakan secara terpisah dari bursa efek, sebagaimana di AS, bursa karbon diselenggarakan oleh Intercontinental Exchange (ICE), sementara bursa efek diselenggarakan oleh New York Stock Exchange (NYSE) dan Nasdaq.
Menurut Bhima, Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) terkait pengaturan bursa karbon perlu memberi ruang kompetisi yang adil bagi setiap penyelenggara yang ingin terlibat.
“Secara ekosistem dan best practices, aturan main di bursa karbon sudah selayaknya dibuat berbeda dengan bursa efek,” katanya.
Baca Juga:
Subsidi Harusnya Ringankan Beban Rakyat, Puan Maharani Tanggapi Kenaikan Harga Minyak Goreng Subsidi
Perluas Kehadirannya Secara Global, Perusahaan Teknologi Raksasa NITG Akan Buka Cabang di Indonesia
Mentan – Wamentan Kompak Wujudkan Indonesia Swasembada Pangan untuk Perkuat Ketahanan Pangan
Wacana mengenai aturan khusus dimana penyelenggara bursa efek dapat otomatis menjadi penyelenggara bursa karbon dipandang aneh.
Pasalnya, dalam Pasal 24 Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang menjadi dasar pembentukan bursa karbon, pemerintah menyebutkan bahwa bursa karbon bursa karbon hanya dapat diselenggarakan oleh penyelenggara yang mendapat izin usaha OJK, bukan penyelenggara bursa efek.
“Kita perlu memastikan aturan teknis khususnya dalam perizinan usaha bursa karbon tidak eksklusif hanya untuk bursa efek tapi terbuka bagi penyelenggara lainnya,” katanya.
OJK juga perlu berhati-hati dalam merumuskan aturan penyelenggara bursa karbon dan memfasilitasi inovasi berupa kemunculan perusahaan teknologi sebagai penyelenggara bursa karbon yang bukan bagian dari bursa efek.
Baca Juga:
2 Wamenkeu Bukan Hal Baru, Thomas Djiwandono Permudah Koordinasi RAPBN Tahun Anggaran 2025
Kondisi Pasokan dan Harga Pangan di Pasar Bogor Terpantau Stabil, Jelang Tahun Baru Islam 2024
Peranan Strategis Pajak untuk Sektor Pendidikan Menyongsong Indonesia Emas 2045
“Saya khawatir jika dibatasi hanya bursa efek yang otomatis menjadi penyelenggara bursa karbon, ini akan menghambat laju inovasi dan kedalaman pasar karbon.”
“Karena kebingungan dari mekanisme bursa karbon menjadi disinsentif bagi pelaku pasar yang ingin terlibat,” tutupnya.***